Sabtu, 25 Februari 2012

Sahabat Tiada Mantannya

Kau sahabat terbaiku, Kau selalu ada saat ku curahkan semua beban dalam hidupku dan bagiku semuanya menyenangkan. berlalu waktu kau sedikit tersisihkan. Aku sudah ada yang memiliki. Tapi, bukan berarti aku berada jauh dari pertemanan ini. Kau aku anggap sebagai adikku sendiri. Umurku lebih tua dari pada kamu. Tanggapanmu tentang hubungan ku dengan kekasihku sangatlah membuat aku bersemangat untuk mencintainya. Sungguh rasanya sangatlah indah. “terima kasih teman.” Sering kali ku ucapkan padamu.

Tapi itu dulu, kini semuanya sudah berlalu. Sungguh pahit dan menyakitkan. Kau bermuka dua teman, kau pendusta, Kau melakukan ini hanya karena kecemburuan. Tapi sampi saat ini masih ku pertanyakan, Apa yang kau cemburukan? Apa karena aku bisa berhubungan lebih dekat dengan Elena? Tapi semua itu bukannya kamu yang memulai? Kamu yang mengenalkan aku padanya, Atau karena waktu pertemanan kita yang tersita hanya karena aku selalu bersamanya tapi bukannya semua itu suruhanmu? kau menyuruhku untuk selalu bersamanya dan menjaganya menghiburnya tapi semua itu kau yang mengakhiri dengan peperangan.
Tubuhku kaku berbaring di ranjang putih beraroma beberapa botol obat, satu bulan aku kebingungan. Kemana Elena, disaat aku sakit? Dia jarang menjengukku. Tiba-tiba temanku datang.
 “pagi harry, bagaimana keadaanmu?” sapanya.
Aku hanya bisa mengedip dan tersenyum saja lewat lengkungan bibir. Sebenarnya hatiku ingin menanyakan.
“kemana Elena, Aboy?” cukup dalam hati saja.
Sungguh tersiksa,  tapi apa daya tubuhku tiada reaksi.
Tiba-tiba Aboy menceritakan tentang Elena.
“Harr, sebenarnya aku ingin menceritakan tentang Elena. Kamu yang sabar ia?” gumamnya.
Hatiku sangatlah kaku tak bereaksi apa-apa hanya diam, diam, dan diam.
“maksud kamu apa Boy?” hanya dalam hati.
Percuma bibirku dan seluruh badanku kaku tak bisa bergerak. Pahit rasanya hanya menitikan air mata.
 “Dia meninggal Harr, kamu yang tabah ia. Mungkin ini jalan terbaik dari Tuhan semoga saja Dia bahagia disurga sana.” Jelasannya.
Apa? Apa? Apa? Kekasihku yang sangat aku sayangi meninggalkan aku untuk selamanya. Aku semakin terpiuk oleh perasaanku, rasanya aku ingin mati saja.
Ku terbangun oleh alarm jam tanganku pemberian dari Elena. Jika itu selalu kusimpan disampingku. Aku merasakan sesuatu dalam tubuhku. Tanganku bergerak, kakiku, suaraku. “Terima kasih Tuhan.” Bahagianya hatiku ingin segera memastikan akan ucapan Aboy sahabatku. Dan pagi itu aku langsung diizinkan dokter untuk pulang. Sungguh muzizat yang sangat luar biasa. Sekali lagi ku ucapkan “Terima kasih Tuhan . . .”
Sesampai dirumah aku langsung mencari Elena. Tiba saja aku melihat sesosok perempuan yang tak asing lagi dimataku. Oh . . . Tuhan benarkah itu? Benarkah itu? Dia Elena, kekasihku. Tapi dengan siapakah dia? Apa? Dia bersama Aboy. Tak percaya dia berdekapan sangat mesra.
 “Elena?” tanyaku.
“Harry? Kamu benar-benar Harry? Kamu kan sudah meninggal?” tanyanya.
 “Bukankah kamu yang meninggal?” tanyaku kembali.
Dia memelukku. Tapi bingungnya tak berapa lama Aboy langsung membawanya pergi dan aku tidak bisa mengejarnya Tubuhku masih tak kuat untuk berlari. Bingung kini menghampiriku. Semua ini apa maksudnya? Aku tak tahu apa sebenarnya yang terjadi diantara aku dan mereka, apa semua ini rekayasa? Tapi siapa yang merekayasanya?. Pasrah saja benakku tak hidup tapi hatiku bergerak.
Beberapa saat kemudian Elena datang menghampiriku, dia mendapatkan luka di bahunya mungkin karena bekas pukulan. Dengan wajah yang musam penuh dengan darah aku semakin tak kuasa melihatnya bersedih. Tak ada suara dari bibirnya hanya saja dia membawaku pergi ke situ panjalu (lengkong).
 ”mau apa kita kesini Lena?” tanyaku.
Dia tak menjawab hanya tersenyum.
“rupanya kau sudah datang Harry, sahabatku yang paling aku sayang karena sudah merebut perempuan yang paling kusayang. BODOH. Kini kau hadir ditempat yang tepat. Jika saja kau mencintai Elena, apakah kau berani untuk melawan aku?” tantangannya.
Aku hanya mengangguk. Dan aku lawan dengan semampuku bisa. Tapi ada apa dengan Elena? Kenapa dia memisahkan kita dan membela Aboy. Oh aku tahu dia terhipnotis. Aboy menyuruhku untuk mencari sesuatu yang dapat menyelamatkan Elena. Dan aku dapat, tapi semuanya buyar. Permainan ini, semua ini, apa yang diperbuat aku tak mengerti.
Apakah dengan sebongkah kayu aku dapat menyelamatkan Elena. Tak berapa lama Elena sadar, aku mendengar teriakkannya. Dan ada suara hantaman. Apa itu? Ternyata sautan Aboy. Dan melihat Elena Lolos dari pegangannya. Aku tersentak apa maksud semua ini?
“aku sebagai sahabatmu yang lamanya 17 tahun dimana kita selalu bersama, tapi kau begitu tega merebut perempuan yang aku cintai.” Ucap Aboy.
“aku sayang kamu Harry, aku sangat mencintai kamu. Selama kau sakit kenapa aku jarang menjengukmu? Karena aku diancam oleh Aboy.” Ungkapan Elena.
 “tapi semua itu karena aku sayang aku Elena.” Alsan Aboy.
"Kau jauh berbeda dengan Harry, kau begitu teganya membohongi kita berdua." jawab Elena.
Kini aku mengerti, haru memilih diantara mereka. Tapi aku bingung. Memang hubungan pertemanan kita hancur hanya karena pihak ke tiga yaitu Elena. Tapi Elena adalah Kekasihku. Sama saja aku mendustai pertemanan ini. Jelas–jelas Aboy lebih sayang pada Elena, tapi keterlambatan saja yang mengungkapkannya.
“Mungkin jalan terbaik aku harus pergi.” Ungkapku.
“Jangan . . . . .! jangan pergi! “ perintah Elena.
“Mungkin, ini saatnya aku pergi.” Jawabku.
“Aku sayang padamu, izinkan aku untuk menjadi orang yang selalu hadir menemani, menyayangi dan mencintaimu.” Alasannya.
“tapi ada yang lebih mencintai kamu Elena, yaitu Aboy.”jawabku.
Sejujurnya berat sekali aku meninggalkan Elena, tapi ada yang lebih mencintainya dari pada aku, yaitu sahabatku sendiri. Aku merelakan Elena hanya untuk Aboy. Persahabatan lebih baik dari pada berpacaran. Karena Sahabat tiada mantannya. Aku ingin mereka bahagia. Tanpa kehadiranku mungkin mereka bisa lebih bahagia. Perjalanan masih panjang, jangan dijadikan beban. Kita masih remaja, setidaknya masih belajar dalam memahami arti sebuah kasih sayang dan cinta.
* * *
   

1 komentar: