Kau
sahabat terbaiku, Kau selalu ada saat ku curahkan semua beban dalam hidupku dan
bagiku semuanya menyenangkan. berlalu waktu kau sedikit tersisihkan. Aku sudah
ada yang memiliki. Tapi, bukan berarti aku berada jauh dari pertemanan ini. Kau
aku anggap sebagai adikku sendiri. Umurku lebih tua dari pada kamu. Tanggapanmu
tentang hubungan ku dengan kekasihku sangatlah membuat aku bersemangat untuk
mencintainya. Sungguh rasanya sangatlah indah. “terima kasih teman.” Sering
kali ku ucapkan padamu.
Tapi itu dulu, kini semuanya sudah berlalu. Sungguh pahit dan menyakitkan. Kau bermuka dua teman, kau pendusta, Kau melakukan ini hanya karena kecemburuan. Tapi sampi saat ini masih ku pertanyakan, Apa yang kau cemburukan? Apa karena aku bisa berhubungan lebih dekat dengan Elena? Tapi semua itu bukannya kamu yang memulai? Kamu yang mengenalkan aku padanya, Atau karena waktu pertemanan kita yang tersita hanya karena aku selalu bersamanya tapi bukannya semua itu suruhanmu? kau menyuruhku untuk selalu bersamanya dan menjaganya menghiburnya tapi semua itu kau yang mengakhiri dengan peperangan.
Tubuhku
kaku berbaring di ranjang putih beraroma beberapa botol obat, satu bulan aku
kebingungan. Kemana Elena, disaat aku sakit? Dia jarang menjengukku. Tiba-tiba
temanku datang.
“pagi
harry, bagaimana keadaanmu?” sapanya.
Aku
hanya bisa mengedip dan tersenyum saja lewat lengkungan bibir. Sebenarnya
hatiku ingin menanyakan.
“kemana
Elena, Aboy?” cukup dalam hati saja.
Sungguh
tersiksa, tapi apa daya tubuhku tiada reaksi.
Tiba-tiba
Aboy menceritakan tentang Elena.
“Harr,
sebenarnya aku ingin menceritakan tentang Elena. Kamu yang sabar ia?” gumamnya.
Hatiku
sangatlah kaku tak bereaksi apa-apa hanya diam, diam, dan diam.
“maksud
kamu apa Boy?” hanya dalam hati.
Percuma
bibirku dan seluruh badanku kaku tak bisa bergerak. Pahit rasanya hanya
menitikan air mata.
“Dia
meninggal Harr, kamu yang tabah ia. Mungkin ini jalan terbaik dari Tuhan semoga
saja Dia bahagia disurga sana.” Jelasannya.
Apa?
Apa? Apa? Kekasihku yang sangat aku sayangi meninggalkan aku untuk selamanya.
Aku semakin terpiuk oleh perasaanku, rasanya aku ingin mati saja.
Ku
terbangun oleh alarm jam tanganku pemberian dari Elena. Jika itu selalu
kusimpan disampingku. Aku merasakan sesuatu dalam tubuhku. Tanganku bergerak,
kakiku, suaraku. “Terima kasih Tuhan.” Bahagianya hatiku ingin segera
memastikan akan ucapan Aboy sahabatku. Dan pagi itu aku langsung diizinkan
dokter untuk pulang. Sungguh muzizat yang sangat luar biasa. Sekali lagi ku
ucapkan “Terima kasih Tuhan . . .”
Sesampai
dirumah aku langsung mencari Elena. Tiba saja aku melihat sesosok perempuan
yang tak asing lagi dimataku. Oh . . . Tuhan benarkah itu? Benarkah itu? Dia
Elena, kekasihku. Tapi dengan siapakah dia? Apa? Dia bersama Aboy. Tak percaya
dia berdekapan sangat mesra.
“Elena?”
tanyaku.
“Harry?
Kamu benar-benar Harry? Kamu kan sudah meninggal?” tanyanya.
“Bukankah
kamu yang meninggal?” tanyaku kembali.
Dia
memelukku. Tapi bingungnya tak berapa lama Aboy langsung membawanya pergi dan
aku tidak bisa mengejarnya Tubuhku masih tak kuat untuk berlari. Bingung kini
menghampiriku. Semua ini apa maksudnya? Aku tak tahu apa sebenarnya yang
terjadi diantara aku dan mereka, apa semua ini rekayasa? Tapi siapa yang
merekayasanya?. Pasrah saja benakku tak hidup tapi hatiku bergerak.
Beberapa
saat kemudian Elena datang menghampiriku, dia mendapatkan luka di bahunya
mungkin karena bekas pukulan. Dengan wajah yang musam penuh dengan darah aku
semakin tak kuasa melihatnya bersedih. Tak ada suara dari bibirnya hanya saja
dia membawaku pergi ke situ panjalu (lengkong).
”mau
apa kita kesini Lena?” tanyaku.
Dia
tak menjawab hanya tersenyum.
“rupanya
kau sudah datang Harry, sahabatku yang paling aku sayang karena sudah merebut
perempuan yang paling kusayang. BODOH. Kini kau hadir ditempat yang tepat. Jika
saja kau mencintai Elena, apakah kau berani untuk melawan aku?” tantangannya.
Aku
hanya mengangguk. Dan aku lawan dengan semampuku bisa. Tapi ada apa dengan
Elena? Kenapa dia memisahkan kita dan membela Aboy. Oh aku tahu dia
terhipnotis. Aboy menyuruhku untuk mencari sesuatu yang dapat menyelamatkan
Elena. Dan aku dapat, tapi semuanya buyar. Permainan ini, semua ini, apa yang diperbuat
aku tak mengerti.
Apakah
dengan sebongkah kayu aku dapat menyelamatkan Elena. Tak berapa lama Elena
sadar, aku mendengar teriakkannya. Dan ada suara hantaman. Apa itu? Ternyata
sautan Aboy. Dan melihat Elena Lolos dari pegangannya. Aku tersentak apa maksud
semua ini?
“aku
sebagai sahabatmu yang lamanya 17 tahun dimana kita selalu bersama, tapi kau
begitu tega merebut perempuan yang aku cintai.” Ucap Aboy.
“aku
sayang kamu Harry, aku sangat mencintai kamu. Selama kau sakit kenapa aku
jarang menjengukmu? Karena aku diancam oleh Aboy.” Ungkapan Elena.
“tapi
semua itu karena aku sayang aku Elena.” Alsan Aboy.
"Kau jauh berbeda dengan Harry, kau begitu teganya membohongi kita berdua." jawab Elena.
"Kau jauh berbeda dengan Harry, kau begitu teganya membohongi kita berdua." jawab Elena.
Kini
aku mengerti, haru memilih diantara mereka. Tapi aku bingung. Memang hubungan
pertemanan kita hancur hanya karena pihak ke tiga yaitu Elena. Tapi Elena
adalah Kekasihku. Sama saja aku mendustai pertemanan ini. Jelas–jelas Aboy
lebih sayang pada Elena, tapi keterlambatan saja yang mengungkapkannya.
“Mungkin
jalan terbaik aku harus pergi.” Ungkapku.
“Jangan
. . . . .! jangan pergi! “ perintah Elena.
“Mungkin,
ini saatnya aku pergi.” Jawabku.
“Aku
sayang padamu, izinkan aku untuk menjadi orang yang selalu hadir menemani,
menyayangi dan mencintaimu.” Alasannya.
“tapi
ada yang lebih mencintai kamu Elena, yaitu Aboy.”jawabku.
Sejujurnya
berat sekali aku meninggalkan Elena, tapi ada yang lebih mencintainya dari pada
aku, yaitu sahabatku sendiri. Aku merelakan Elena hanya untuk Aboy.
Persahabatan lebih baik dari pada berpacaran. Karena Sahabat tiada mantannya.
Aku ingin mereka bahagia. Tanpa kehadiranku mungkin mereka bisa lebih bahagia.
Perjalanan masih panjang, jangan dijadikan beban. Kita masih remaja, setidaknya
masih belajar dalam memahami arti sebuah kasih sayang dan cinta.
* * *
bagooOOOOOOOssszzzzzz Benget
BalasHapus