Perjalananku
masih panjang. Bagaikan tanaman yang semenjak kecil kutanam kini belum juga
cukup besar. Karena masih dalam pertumbuhan bukan saatnya untuk ditebang.
Senangnya di 17 tahun ini, tak terasa kini beranjak remaja. “Indah bukan”
kataku pada hati kecilku. Hanya sendiri dan malu sendiri. Gila, aku terbuai
olehnya. Mantanku yang 1 tahun lebih masih saja ku ingat, tak tahu kenapa dia
selalu hadir dalam benak dan hati kecilku. Mungkin inilah yang dinamakan mantan
terindah ataukah cinta pertama. Kehadirannya membuat hari-hariku indah, penuh
semangat dan tak pernah sedih meskipun kesedihan selalu hadir karena aku berada
dikeluarga yang tidak seperti kebanyakan teman-teman disekolah yang bahagia, ia
aku berada pada keluarga yang Broken Home. Tapi tak membuatku putus asa, meski
kadang selalu iri melihat teman-teman bisa merasakan kasih sayang lebih dari
orang tuanya sementara aku tidak. Dengan kehadirannya aku menjadi selalu
tersenyum semangat dalam menjalani hidup dan yang terpenting giat dalam
belajar.
Sedih
rasanya kini berpisah ruang, meski masih dalam satu sekolah dan satu jurusan
tapi rasanya ada yang kehilangan. Tapi masih bisa melihat senyumannya. Sebut
saja dia Nui, perempuan yang menaklukan hatiku sehingga jatuh cinta pada
dirinya karena kebaikannya, kepintarannya dan kecantikannya yang selalu kuingat
dalam memori otak kananku. Waktu berjalan semakin membuat ku galau karena
merasa ada kekurangan. Ku kuat-kuatkan untuk selalu senang tapi hatiku sedih.
Ku kuat-kuatkan untuk selalu tersenyum tapi hatiku menangis. Cukup teman-teman
yang selalu menghibur dan memberi dukungan untuk selalu tegar dalam menjalani
hidup, hasilnya tak begitu sempurna. Aku malu menjadi orang yang selalu
ketergantungan pada seseorang, mungkin belum cukup untuk dikatakan dewasa
denang sikapku yang masih kekanak-kanankan.
Tepat
tanggal 12 Februari dia ulang tahun yang ke 17, rasanya ingin sekali aku
memberinya sesuatu yang membuatnya bahagia. Ide ku mulai datang apa yang aku
bisa hanyalah membuat puisi, tapi ada keraguan dalam hati mana ada perempuan
sekarang diberi hadiah ulang tahun apalagi yang ke 17 hanya dengan selembar
puisi. Semangatku mengecil rasanya tak yakin. “kenapa wajahmu begitu sangat
muram?” temanku.”taka apa, hanya sedih saja.” Jawabku.”cobalah cerita,
kenapa?”tanyanya.”aku bingung dit, hari ini dia ulang tahun. Aku tak bisa
memberinya apa-apa, uang dari mana aku punya? Untuk jajan juga tak punya.”
Jawabku dengan penuh kesedihan.”Dia itu siapa? Nui?” tanyanya kembali.”ia”
singkat jawabku. Diam sejenak, Adit menjadi merasa sedih. Merasa bersalah dan
langsung menceritakan ide sebelumnya yang ku punya. “kalau saja aku berikan
puisi, apakah dia bisa merasa senang?” tanyaku.”ide bagus, coba saja. Aku
dukung.”jawabnya.”ia, terima kasih.”jawabku kembali.
Selesai
pulang sekolah aku langsung menulis puisi dan tak ada kegagalan dalam pemilihan
kata-katanya cukup satu kali jadi, dan hasilnya :
Ingin kujaga apa saja di sini
Tapi angin punya
Telinga dan kata-kata
Telinga dan kata-kata
Bahkan tajamnya matamu
Akan merekam dan mengenang
Akan merekam dan mengenang
Kembali dengan bahasa lain
dan rasa yang sama
Lalu perbedaan siang dan malam
memagari tubuhku
kesepian yang mendekam!
kesepian yang mendekam!
Ingin kuramaikan apa saja di sini
Tapi burung tak punya lagi sarang yang tenteram
Hatiku!
Pohon-pohon telah memburu kasih demi cinta
Mengubah ketenteraman jadi kegaduhan
Dan asap yang kupendam beribu
kata hatimu adalah oksigenku setiap detik
kata hatimu adalah oksigenku setiap detik
Aku terpelosok perih dan mengunyah pahit
Ingin kutulis apa saja di sini
Tapi surat tak lagi punya suara
Karena merpatinyapun sudah mati
seribu kisah memadati halaman demi halamannya
Seperti gula-gula yang dikunyah oleh anganku
aku hanya membaca bahasa angin di sana
kemudian meliuk di balik kerudung
kemudian hening…
kemudian meliuk di balik kerudung
kemudian hening…
Dan ternyata kamu!
Ingin kurasakan kembali tapi lain untuk di sini
Tanpa tekat dan keberanian
Aku pengecut!
Ingin kuteriakkan penderitaan
burung yang kehilangan merpati putih
burung yang kehilangan merpati putih
Hingga di udara yang terbuka
Tak akan ada lagi kecemasan-kecemasan
Ku ingin kau tersenyum!
Selamat ulang tahun Nui, mungkin ini hanya sebatas puisi
tapi semoga saja kamu suka.
Sangatlah senang, kini puisi telah
usai. Kebingunganku hadir kembali atas kapan waktu yang
tepat untuk memberikan puisi ini. Lebih bagus kalau sekarang, tapi waktu sudah
larut tengah malam. Mungkin besok saja, meski terlambat tapi setidaknya masih
dalam suasana ulang tahunnya.
pagi yang sangat indah, ku tatapi langit
sangatlah bersih. terlihat romantis perpaduan embun dengan Sun Rise
penuh kenikmatan bagi yang melihatnya. Aku beranjak semangat pergi kesekolah
dengan harapan dia senang dengan pemberianku.MIMPI. moga saja berhasil . . .
amin.
senyuman dan kebahagiaan, ku persembahkan
dipagi ini hanyalah untuk semua orang, rasanya ingin cepat-cepat bertemu dengan
dirinya. "siapa itu?" hanya dalam hati. BUNGUNG. penasaranku semakin
memuncak. Tapi, siapa dia? lelaki itu begitu akrab dengan dirinya. Tiba saja
Nui menghampiriku meski hanya selintas, dan kusapa dia sekalian mengucapkan
"Selamat Ulang Tahun Nui . . ." ucapku."terima
kasih"jawabnya. "oh ia, siapa itu?" sambil meunjuk lelaki itu."oh
itu, dia pacar baruku" jawabnya dengan tersenyum. Mulutku terdiam membisu,
pohon yang kusandaripun ikut layu. Mungkin lebih baik tak ku berikan pyuisi ini
untuknya, aku takut nantinya menjadi merusak hubungannya. Hanya tersenyum meski
hatiku letih, dan persembahkan puisi ini dalam suatu karya saja.
Mungkin aku tak pantas untuk dirinya. Tuhan izinkan aku merasakan kebahagiaan
dia dengan dirinya. Semoga Bahagia selamanya . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar