Sabtu, 25 Februari 2012

Mampu Untuk Bisa


Aku hadir dalam keluarga yang sederhana. Cukup bisa makanpun sangat bersyukur. Mungkin ini jalan terbaik dari Tuhan. Tak membuat ku malu ataupun ragu untuk melangkah. SEMANGAT! Hanya kata itulah yang berada di benakku sampi saat ini.
Bahagia rasanya bisa melihat Emakku tersenyum. Bapak? jangan tanya Dia! Aku benci.
“Jang, Apakah bisa Emak menyekolahkanmu sampi kelak kau kuliah nanti.” Tanya Emak.
”Tak usah bicara begitu lah, Mak. Ujang akan berusaha apa yang Ujang harapkan. Insya’Allah Ujang tidak akan menyusahkan Emak.” Balas dengan senyuman.
Pikiranku pendek. Mana bisa aku sekolah, sakarang orang ingin sekolah tak gampang, mau orang  pintar ataupun bodoh tanpa uang takkan bisa. Kini zaman serba uang. Pikirku memjadi kaku, tiada lagi apa yang harus ku mau dengan tekat ku mampu.
“Emak bolehkah Ujang Tanya sesuatu?”tanyaku.
“ia, Tanya apa?”tanyanya kembali.
“Bapak kemana, Mak? kenapa lama sekali kita tak jumpa dengannya?”
Emak menitikan air mata.
“maaflah Mak, kalau kata-kata Ujang Membuat Emak sedih.”sesalku.
“taka pa Jnag, Emak tak sedih. Terharu saja. Melihat Ujang begitu sangat semangat ingin lanjut sekolah.” Jawabnya.
“ah, Emak ada-ada saja. Ujang ingin menjadi orang yang berguna, Mak. Kelak nanti bisa menaik hajikan Emak dan Bapak. Aminlah Mak.” Suruhnya, sambil bersama-sama tertawa.
“Amin.” Ucapnya.
“A, makan bareng yuk! Sama Karedok buatan Emak” ajak adiku.
“Wah, Ayok-ayok.” Sahutku.
Kaget melihat Nasi hanya sedikit. Takut Ema belum makan.
“Emak . . .  Emak sudah makan?”tanyaku.
“Sudah Jang.” Jawabnya.
Sedih rasanya, ku hanya mengambil sedikit.
“makan yang banyak Neng!” suruhku pada adiku.
Perutku sebenarnya sudah berbunyi, Lapar sekali. Semoga saja dengan lima suap nasi perutku bisa kenyang. Demi adiku yang lama tak merasakan usapan Bapaknya, aku rela kelaparan demi dirinya.
“A, kenapa Bapak gak pulang-pulang ia?”tanyanya.
“Neng, Bapak Eneng lagi nyari uang yang banyak untuk kita semua dikampung. Sudah lanjutkan saja makannya! gak baik Neng, makan sambil ngobrol.” Ku coba mengalihkan pembicaraan.
Sebenarnya mendengar anak lima tahun menanyakan Bapaknya sangatlah sedih, tapi ku coba tersenyum dihadapannya.
Jam sudah menunjukan 06:45 WIB.
“Cepat Neng cuci tangannya!” suruhku.
“Ia A, sebentar.” Jawabnya.
“Terlambat untuk masuk sekolah. mana Emak? tanyaku.
“Emak . . . Emak . . . “ panggilnya.
“Ia, sebentar. Eh anak-anak Emak mau pada berangkat sekolah. Neng ini bekal uang jajanmu. Dan ini untuk mu Jang.”
“Tak usah Mak, Emak simpan saja uang itu untuk kebutuhan sehari-hari.” Jawabku.
“Jang, yang sabar ia. Emak sayang Ujang.” Sampil mengusap kepalaku dan menitikan air mata.
“A, cepat ayok kita berangkat.” Ajak adikku.
“Assalamu’alaikum . . . “ salam kita berdua.
Biasanya kita bersamaan untuk pergi ke sekolah, sekalian ngater adikku dulu ke sekolahnya yang masih TK. Dan aku baru kelas XI SMA.
Sekolah adalah tempat yang selalu membuatku merasa senang, penuh pengalaman dan penuh dengan pengetahuan. Dengan banyak teman sungguh merupakan tempat yang sangat menyenangkan mewarnai hari-hariku disaat suka maupun duka.
 “Terima kasih Tuhan, kau berikan mereka untuk menemaniku.” Ucap syukurku.
Teng . . . teng . . .teng . . .
Bel berbunyi, pertanda pelajaran pertama dimulai.
Tiba saja ada pengumuman dari Wakasek Bahwasannya Minggu depan akan diadakan study tour ke Jakatra, dengan biaya empat ratus ribu. Aku hanya bisa menghela napas.
“Hah . . .”
Uang dari mana segitu besarnya aku punya. Aku coba berpikir, bagaimana supaya aku bisa ikut study tour.
Sesaat pulang sekolah aku mendapatkan Prosedur yang bergeletakan di pinggiran jalan. Mencari orang yang pandai untuk memfoto. Ia Photographer. Apa aku bisa? Aku harus bisa. Coba ku cari alamat, ternyata tak jauh dari sekolah. Dan aku harus ngantri. Ternyata menunggu itu lama ia.
Akhirnya sekian lama menunggu bisa juga aku casting. Cuma memilih objeck,  tapi tetap harus dengan seni. Dan aku, diterima.
“Horre . . .”
Jadwal langsung aku terima. Hanya hari minggu dan rabu saja jadwalnya. Tak mengganggu kegiatan sekolah ku yaitu ekstra paskibra dan pramuka.
Hari pertama kerja, gugup dan canggung. Tapi lama-kelaman jadi terbiasa dan hasilnya memuaskan.
“Hah.”
Lima puluh ribu rupiah ? “Terima kasih Tuhan . . . “ ucap syukurku.
Delapan kali aku bekerja tanpa mengganggu kegiatan sekolah dan tanpa membebankan orang tua. Akhirnya aku bisa study tour bersama teman-teman.
“OTW Jakarta . . .”
Tiba saja Bapak pulang, aku segera pulang ke rumah. Rindu ini bertemu Bapak sangatlah berat. Dalam benakku dia pasti membawa buah tangan.
“assalamu’alaikum  . . .”ucapku.
Tak ada yang menjawab.
“Emak . . . Emak mengapa menangis?”tanyaku,
“Bapakmu Jang, Bapakmu pulang dan marah-marah sama Emak.”jawabnya.
“Tapi kenapa Bapak bisa marah sama Emak?” tanyaku demikian.
“Dia meminta uang sama Emak, Katanya dia bilang untuk modal. Sementara Emak punya uang dari mana.” Penjelasannya.
“Sudah Mak, sekarang Bapak kemana?” tanyaku.
“Dia pergi keluar Jang.”
“Ini Ujang punya uang, berikan saja uang ini pada Bapak. Tapi Ujang tak mau bertemu Bapak. Cukup Emak saja yang memberikan unag ini untuk Bapak.”
Harapanku hilang, ingin sekali pergi study tour bersama teman-teman. Tapi tak apa, demi Bapak aku rela tak Pergi study tour. Setidaknya harapanku berhasil mendapatkan uang itu, mungkin ini jalan terbaik dari Tuhan . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar