Aku hadir dalam keluarga yang sederhana. Cukup bisa makanpun
sangat bersyukur. Mungkin ini jalan terbaik dari Tuhan. Tak membuat ku malu
ataupun ragu untuk melangkah. SEMANGAT! Hanya kata itulah yang berada di
benakku sampi saat ini.
Bahagia rasanya bisa melihat Emakku tersenyum. Bapak? jangan
tanya Dia! Aku benci.
“Jang, Apakah bisa Emak menyekolahkanmu sampi kelak kau
kuliah nanti.” Tanya Emak.
”Tak usah bicara begitu lah, Mak. Ujang akan berusaha apa
yang Ujang harapkan. Insya’Allah Ujang tidak akan menyusahkan Emak.” Balas
dengan senyuman.
Pikiranku pendek. Mana bisa aku sekolah, sakarang orang
ingin sekolah tak gampang, mau orang pintar ataupun bodoh tanpa uang
takkan bisa. Kini zaman serba uang. Pikirku memjadi kaku, tiada lagi apa yang
harus ku mau dengan tekat ku mampu.
“Emak bolehkah Ujang Tanya sesuatu?”tanyaku.
“ia, Tanya apa?”tanyanya kembali.
“Bapak kemana, Mak? kenapa lama sekali kita tak jumpa
dengannya?”
Emak menitikan air mata.
“maaflah Mak, kalau kata-kata Ujang Membuat Emak
sedih.”sesalku.
“taka pa Jnag, Emak tak sedih. Terharu saja. Melihat Ujang
begitu sangat semangat ingin lanjut sekolah.” Jawabnya.
“ah, Emak ada-ada saja. Ujang ingin menjadi orang yang
berguna, Mak. Kelak nanti bisa menaik hajikan Emak dan Bapak. Aminlah Mak.”
Suruhnya, sambil bersama-sama tertawa.
“Amin.” Ucapnya.
“A, makan bareng yuk! Sama Karedok buatan Emak” ajak adiku.
“Wah, Ayok-ayok.” Sahutku.
Kaget melihat Nasi hanya sedikit. Takut Ema belum makan.
“Emak . . . Emak sudah makan?”tanyaku.
“Sudah Jang.” Jawabnya.
Sedih rasanya, ku hanya mengambil sedikit.
“makan yang banyak Neng!” suruhku pada adiku.
Perutku sebenarnya sudah berbunyi, Lapar sekali. Semoga saja
dengan lima suap nasi perutku bisa kenyang. Demi adiku yang lama tak merasakan
usapan Bapaknya, aku rela kelaparan demi dirinya.
“A, kenapa Bapak gak pulang-pulang ia?”tanyanya.
“Neng, Bapak Eneng lagi nyari uang yang banyak untuk kita
semua dikampung. Sudah lanjutkan saja makannya! gak baik Neng, makan sambil
ngobrol.” Ku coba mengalihkan pembicaraan.
Sebenarnya mendengar anak lima tahun menanyakan Bapaknya
sangatlah sedih, tapi ku coba tersenyum dihadapannya.
Jam sudah menunjukan 06:45 WIB.
“Cepat Neng cuci tangannya!” suruhku.
“Ia A, sebentar.” Jawabnya.
“Terlambat untuk masuk sekolah. mana Emak? tanyaku.
“Emak . . . Emak . . . “ panggilnya.
“Ia, sebentar. Eh anak-anak Emak mau pada berangkat sekolah.
Neng ini bekal uang jajanmu. Dan ini untuk mu Jang.”
“Tak usah Mak, Emak simpan saja uang itu untuk kebutuhan
sehari-hari.” Jawabku.
“Jang, yang sabar ia. Emak sayang Ujang.” Sampil mengusap
kepalaku dan menitikan air mata.
“A, cepat ayok kita berangkat.” Ajak adikku.
“Assalamu’alaikum . . . “ salam kita berdua.
Biasanya kita bersamaan untuk pergi ke sekolah, sekalian
ngater adikku dulu ke sekolahnya yang masih TK. Dan aku baru kelas XI SMA.
Sekolah adalah tempat yang selalu membuatku merasa senang,
penuh pengalaman dan penuh dengan pengetahuan. Dengan banyak teman sungguh
merupakan tempat yang sangat menyenangkan mewarnai hari-hariku disaat suka
maupun duka.
“Terima kasih Tuhan, kau berikan mereka untuk
menemaniku.” Ucap syukurku.
Teng . . . teng . . .teng . . .
Bel berbunyi, pertanda pelajaran pertama dimulai.
Tiba saja ada pengumuman dari Wakasek Bahwasannya Minggu
depan akan diadakan study tour ke Jakatra, dengan biaya empat ratus ribu. Aku
hanya bisa menghela napas.
“Hah . . .”
Uang dari mana segitu besarnya aku punya. Aku coba berpikir,
bagaimana supaya aku bisa ikut study tour.
Sesaat pulang sekolah aku mendapatkan Prosedur yang
bergeletakan di pinggiran jalan. Mencari orang yang pandai untuk memfoto. Ia
Photographer. Apa aku bisa? Aku harus bisa. Coba ku cari alamat, ternyata tak
jauh dari sekolah. Dan aku harus ngantri. Ternyata menunggu itu lama ia.
Akhirnya sekian lama menunggu bisa juga aku casting. Cuma
memilih objeck, tapi tetap harus dengan seni. Dan aku, diterima.
“Horre . . .”
Jadwal langsung aku terima. Hanya hari minggu dan rabu saja
jadwalnya. Tak mengganggu kegiatan sekolah ku yaitu ekstra paskibra dan
pramuka.
Hari pertama kerja, gugup dan canggung. Tapi lama-kelaman
jadi terbiasa dan hasilnya memuaskan.
“Hah.”
Lima puluh ribu rupiah ? “Terima kasih Tuhan . . . “ ucap
syukurku.
Delapan kali aku bekerja tanpa mengganggu kegiatan sekolah
dan tanpa membebankan orang tua. Akhirnya aku bisa study tour bersama
teman-teman.
“OTW Jakarta . . .”
Tiba saja Bapak pulang, aku segera pulang ke rumah. Rindu
ini bertemu Bapak sangatlah berat. Dalam benakku dia pasti membawa buah tangan.
“assalamu’alaikum . . .”ucapku.
Tak ada yang menjawab.
“Emak . . . Emak mengapa menangis?”tanyaku,
“Bapakmu Jang, Bapakmu pulang dan marah-marah sama
Emak.”jawabnya.
“Tapi kenapa Bapak bisa marah sama Emak?” tanyaku demikian.
“Dia meminta uang sama Emak, Katanya dia bilang untuk modal.
Sementara Emak punya uang dari mana.” Penjelasannya.
“Sudah Mak, sekarang Bapak kemana?” tanyaku.
“Dia pergi keluar Jang.”
“Ini Ujang punya uang, berikan saja uang ini pada Bapak.
Tapi Ujang tak mau bertemu Bapak. Cukup Emak saja yang memberikan unag ini
untuk Bapak.”
Harapanku hilang, ingin sekali pergi study tour bersama
teman-teman. Tapi tak apa, demi Bapak aku rela tak Pergi study tour. Setidaknya
harapanku berhasil mendapatkan uang itu, mungkin ini jalan terbaik dari Tuhan .
. .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar