Sabtu, 25 Februari 2012

Kembali jangan menjadi orang lain part 1

PESANTREN yang mempertemukan. Setelah selesai shalat isya kami belajar bersama,  bercanda gurau, erat sekali rasanya kita disatukan dalam satu kamar dan tumbuhlah kebersamaan didalamnya. Nikmat rasanya mereka seperti keluargaku sendiri. Didalam kamar kecil ini hanya terdapat 6 orang saja, karakter penghuninya jauh sangat berbeda-beda. Tapi tak apalah karena perbadaan itu indah.


Kenangan masa lalu yang mungkin ingin kualami lagi bersama sahabat-sahabatku itu, ”hanya mimpi. Sudahlah jangan melamun terus itu hanya masa lalu. Mereka sudah tiada disisi, mereka mempunyai mimpi yang tak sama dengan mu .” kata hatiku.
Jelas saja rasa rinduku pada mereka tak terhapus sampai saat ini, ingat janji kita “Kelak Besar Nanti Kita Tak Bersama Lagi, jangan pernah lupakan kebersamaan kita dipesantren ini”. Kami semua setuju. Sungguh . . . . . (jatuh air mata).
Aneh selaki rasanya, ada apa dengan ku? Astagfirullah . . . hampir saja lupa aku harus segera ke sanggar untuk latihan teater.

Ada apa ini, ramai sekali di gedung itu. (menghampirinya).
 “Wah hebat selaki” terucap dibibir.
Begitu kusangat terkejut melihat pementasan teater dari anak SMA Negeri 4 Bandung. Sayang . . . menontonnya tak dari awal (penyesalan dalam hati). Ku langsung pergi ke sanggar Santa Maria di belakang gedung pementasan itu, masih kuterlamun oleh masa lalu itu.
“Die, kesini!!!” suruh teman sanggar ku.
            “ia, ada apa kamu panggil aku?”.
“Kamu sudah lihat pertunjukan drama dari SMA Negeri 4 Bandung? Sekarang ini kita ada pelatihan dari sana untuk meningkatkan kreatifitas teater bagi anak-anak tingat SMA seperti kita.”  
 “terlambat teman, baru saja aku datang. Oh ia, asyik tuh sanggar kita bisa lebih maju lagi.”

Rupanya yang kurasakan sekarang adalah bahagia, tapi apa bisa remaja sepertiku menjadi seorang tokoh dalam teater. Masalahnya aku beda agama. Sementara sanggar ini khusus hanya untuk kalangan Kristen saja. Urungku menyecil tak ada jalan lagi, dikatakan buntu tapi sebagian dari mereka tahu kalau aku ini seorang muslim. Mereka baik padaku kenapa aku harus malu. Ingat kata sahabat-sahabatku saat dipesantren dulu “perbedaan ituh indah”. Aku harus bisa, teruslah berusaha, meskipun tak sama, tapi kita adalah satu.
“Die, kemari!!!!” pangil temanku.
“Ia tunggu sebentar.” Kulangsung menghampirinya.
“Pementasan mereka sudah selesai.”
“Sekarang mereka dimana?” tanyaku.
“Mereka kini digedung dekat gereja, yok kita hampiri mereka!” ajaknya.

Detak jantungku berdetak tak menentu, takutnya kepala sanggar bertanya tentang aku. Oh . . . betapa gelisahnya aku. Sesampainya aku disana, aku duduk didekat Melanie.
“hai mel, apa kabar?”. Tanyaku.
“Alhamdulillah, aku baik-baik saja.”
“kam . . .?”
“Oh mana tamunya kok belum ada?” aku langsung memotong pembicaraan.
Tiba-tiba teman ku yang tadi datang, mengajak aku ketempat dimana tamu itu berada.
            “tunggu!!!!!” perintah Melanie.
Tapi aku menghiraukannya.
“huh… hampir saja ketahuan, untuknya ada yang mengajakku ” kata hatiku.”

            “Ini Die, tamu dari SMA Negeri 4 Bandung. Kita kenalan yuk!” ajaknya.
            “Ia, ayuk” jawabku dengan perasaan gembira.

Satu persatu yang ada didalam ruangan itu ku sapa dan berjabatan tangan, menanyakan Siapa nama begitu juga sebaliknya. Kadang shearing tentang teater dari mulai tokoh, penghayatan tokoh, pembawaan, gerak, dan banyak lagi. Jujur berasa punya banyak teman dan berharap akan menjadi teman seperjuangan.

Kulihat dari kejauhan mata rasanya tak asing bagiku. Wajahnya, begitu juga matanya seakan tajam melihat pada ku. Kuhampiri dia, Terkejutnya aku.
            “marix?”
            “maaf siapa ia?”
Sedih sekali rasanya dia tak mengenaliku.”aku Rudie, rix.” Jawab ku.
            “Kok bisa kamu tau nama aku, padahal kita tak pernah bertemu sebelumnya?”
Aku semakin penasaran, apa benar ini salah satu sahabat dari 6 sahabatku. “kamu benar-benar tak mengenali ku rix?”tanyaku kemudian.
“ah, kamu jangan bercanda. Gak lucu ah.” Usilannya.
“perbedaan itu indah ia.” Jawabku.
“kamu benar-benar Rudie? sahabat kecilku yang pernah sekamar bersama 4 orang sahabat dan bersama kita menjadi 6 orang dipesantren dulu?” dengan sangat terharu.
Kulihat matanya berkaca-kaca.
Dan tiba saja Melanie menghampiri kita berdua.
            “Marix?” dengan terkejut.
            “Melan?” Dengan nada keras dan terkejut.”maafkan aku!”.
Dia langsung berlari meninggalkan kami berdua, tak kuasa melihat Melanie menagis di keramaian seperti ini. Aku langsung membawanya ke tempat yang sepi dan sunyi untuk menenangkannya.

            “Die, ada apa dengan Marix?” tanyanya.
“mungkin dia sedang terburu-buru, Mel.” Padahal aku tahu mungkin Marix malu akan kelainan pada dirinya, dan tak ingin Melanie mengetahuinya bahwa dia itu Gay.

Penasarankupun semakin menggebu, kutahu kalau rombongan dari mereka akan pulang tepat pukul 17:35 WIB. Aku memanfaatkan waktu sebaik-baik ku bisa untuk mencari jawaban kenapa tadi Dia malah menghindar begitu saja. Padahal Melanie sangat merindukan kehadirannya karena Sayang dan Cinta menerima Dia apa adanya.

“Pak, rombongannya belum masuk mobil ia?” Tanya ku pada supir.
“belum dek, masih didalam gedung.” Jawabnya.
“oh, makasih ia pak.”

Kulihat jam ditangan ku sudah menunjukan pukul 17:00 WIB. Aku semakin tergesa-gesa akan pemanfaatan waktu yang sekiranya ku bisa. Kulihat didalam gedung tak ada siapa-siapa urungku semakin gelisah. Ini demi kebahagiaan temanku sendiri demi Melanie dan Marix. Kulihat ada penjaga.
            “Pak, Rombongan SMA Negeri 4 Bandung sedang ada dimana ia?”
            “oh mereka sedang berada dipameran batik, de.”
            “Makasih ia, pak.”
Terburu-burunya aku saking takut akan terlambatnya waktu. Sungguh aku tak menyangka mengapa semuanya menjadi berlarut-larut seperti ini. Marix sahabatku, meski dia mempunyai kelainan tapi setidaknya aku bisa membuat dia kembali seperti layaknya aku.
Melihanya saja aku terharu, Melanie juga sama dia temanku.
Setibanya di tempat pameran batik, aku bingung dimana Marix berada. Aku mencari kesana kesini dan waktu pemberangkatan semakin dekat tinggal 15 menit lagi. Tiba saja aku melihat mobil bisnya itu sudah berangkat dan aku mengejarnya. Sayang mobil itu tidak berhenti.

1 komentar: