Disampingku dia hanya diam tanpa kata. Mungkin dia marah
karena aku tak bisa tempat waktu menemuinya. Sesuatu hal yang membuat
keterlambatan itu adalah jam pemberiannya hilang entah kemana. Takutnya dia
sekamin marah bila mengetahui hal ini.
“jangan marah Iya! Maaf!” permintaanku.
Dia tetap diam, tak sedikitpun bibirnya bergerak. Hanya
cemberut dan muka penuh kemarahan.
“iya sudah, aku pergi.” Mencoba membuat dia peduli.
“tunggu!”
Dia memegang tanganku, menahan aku supaya jangan dulu pergi.
Tetapi dia memegang tangan kiriku, yang mana jam pemberiannya selalu ku pakai
disitu.